FILSAFAT POLITIK: Pandangan Politik Aristoteles dan Negara Kesatuan Republik Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Aristoteles lahir pada tahun 384 SM di Stagira, sebuah kota kecil di Yunani di semenanjung Chalcidice. Ia tergolong keluarga menengah atas karena ayahnya menjadi dokter di istana Anyntas II, ayah dari Philip Agung. Ketika menginjak umur 17 tahun ia pergi ke Athena untuk menimba ilmu di Akademi Plato, dan menjadi anggota di sekolah itu selama 20 tahun sampai pendirinya meninggal dunia. Kemudian ia menikah dan mengabdi di istana Philip selama 3 tahun sebagai guru putra mahkota Macedunia, Iskandar Agung (Aleksander).
Sebagai seorang murid Plato, Aristoteles sebagai seorang filsuf yang tidak melanjutkan ide-ide gurunya dalam tema-tema tertentu dalam filsafat. Kecerdasannya pada persoalan-persoalan dasar filsafat membawa dirinya sebagai seorang filosof yang mampu memberikan ide-ide baru dalam persoalan filsafat. Pada gagasan Plato, di dalam karyanya Republic, negara digambarkan dalam bentuk personifikasi manusia. Bentuk negara dan pemerintahan digambarkan dalam bentuk sifat manusia. Sifat tersebut menjadi gagasan Plato mengenai bentuk negara yang dibentuknya hingga etika politik yang ditimbulkannya. Meskipun ada perbedaan antara Plato dan Aristoteles keduanya sependapat bahwa “manusia adalah hewan politik yang bisa memenuhi wataknya dalam polis”. Untuk itu negara yang benar adalah berupaya menciptakan kesejahteraan bagi semua orang, bukan untuk kepentingan sekelompok orang.
Oleh Aristoteles, tradisi filsafat moral dan etika dalam pemikiran filsafat yang telah dilakukan oleh pendahulunya mulai bergeser. Ia mengembangkan konsep filsafat yang berbeda secara ontologis dan epistemologis. Epistemologi Aristoteles memungkinkan untuk mencari prinsip-prinsip yang jelas, pasti, bahwa esensi hakikat tersebut terkandung dalam obyek itu sendiri. Ia mencari kemungkinan dan makna sebenarnya yang lebih dari ketidakmungkinan dan ekstrim absolute. Hal demikian itu, karena pemikiran Aristoteles dimulai dari hal-hal pertikular dan individual, dan bukan dari hal universal dan keseluruhan. Epistemologi Aristoteles demikian itu mensyaratkan adanya metodologi untuk digunakan dalam pengujian dengan dua cara : (1) Pelacakan harus dimulai dengan investigasi empiric atas institusi dan praktek-praktek yang ada. (2) Kajian harus bermula dari bagian-bagian, khusus individual dapat ditata, dibina, diarahkan dengan baik dan benar, maka akan membawa perbaikan terhadap yang lebih besar yaitu keseluruhan.
Pada pemikirannya konsep logika mulai diperkenalkan dengan dikaji secara sistematis. Persoalan-persoalan sains juga menjadi pembahasan tersendiri dalam karya-karya Aristoteles dan pada dasarnya tidak lepas bagaimana manusia melihat permasalahannya. Filosof klasik pada umumnya memberikan perhatian pada manusia pertama kali, seperti apa fungsi akal manusia terhadap kehidupannya, apa tujuan manusia, dan apa yang harus dilakukan oleh manusia dalam hidupnya. Aristoteles merupakan filosof mulai memberikan perhatian terhadap studi-studi yang berpondasi sains alam. Filsafat Aristoteles mulai menjangkau ke beberapa bidang seperti logika, studi kealaman, metafisika, politik dan etika.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana Pemikiran Politik Aristoteles?
2.    Bagaimana hubungan pemikiran politik aristoteles dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia?
C.  Tujuan
1.    Pemikiran politik Aristoteles.
2.    Hubungan antara pemikiran Aristoteles dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
D.  Manfaat Makalah
1.    Memberikan pengetahuan pemikiran politik dari Aristoteles.
2.    Memberikan pengetahuan mengenai hubungan antara pemikiran Aristoteles dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pemikiran Politik Aristoteles
Filsafat politik Aristoteles tercermin di dalam bukunya Politics, dan juga tertuang dalam karyanya Nicomachean Ethics, Retoric, dan Metaphiysic. Terdapat empat premis etis dan filosofis yang menjadi perhatiannya, yaitu sebagai berikut :
1) Manusia adalah makhluk rasional yang memiliki kehendak bebas.
2) Politik adalah ilmu praktis.
3) Ada hukum moral universal  yang harus dipatuhi oleh semua manusia.
4) Negara adalah institusi ilmiah.
Aristoteles berpandangan bahwa dalam hidupnya perlu mengikuti secara utuh atau perlu secara konsisten terhadap nilai-nilai universal dalam semua tindakan yang dilakukannya, apabila dirinya ingin memperoleh martabatnya. Hal ini diterima oleh Aristoteles yang menganut paham realis, dengan mengatakan bahwa nilai-nilai universal yang diidealkan Plato memungkinkannya untuk dibawa turun dari langit, untuk diberi makna dan diterapkan secara obyektif.
Negara adalah insitusi alamiah, hal itu terkait dengan watak yang bisa melekat pada hewan, manusia atau keluarga yang sifatnya alamiah. Watak menurut Aristoteles berhubungan dengan tujuan, artinya tujuan manusia sebagaimana semua manusia lainnya adalah untuk pemenuhan wataknya.
Dalam bukunya Ethics, Aristoteles menekankan bahwa tujuan alamiah manusia yang memenuhi wataknya adalah kebahagiaan. Kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai dengan mengupayakan kehidupan moral dan kebaikan intelektual. Menurut Aristoteles, pelacakan sungguh-sungguh terhadap watak manusia merupakan suatu hal pokok penting dalam filsafat politiknya.




WATAK NEGARA
Hakikat negara, menurut Aristoteles adalah sebagai komunitas keluarga dan kumpulan keluarga yang sejahtera demi kehidupan yang sempurna dan berkecukupan. Bertolak dari logika induktifnya yang terkait dengan kehidupan manusia, bahwa manusia mula-mula hidup secara terpisah, kemudian meningkat menjadi kelompok-kelompok keluarga yang bersama-sama menyatu dalam komunitas desa untuk saling membantu dan saling melindungi. Maka mereka berkembang ke arah lebih meluas, lebih besar, membentuk suatu negara kota. Dengan terbentuknya negara ini maka manusia dapat mencukupi kebutuhan dirinya bersama-sama dengan lainnya.
Aristoteles dalam konsep organik tentang negara menyatakan bahwa suatu himpunan sebagaimana halnya himpunan lainnya terdiri dari banyak bagian, yang masing-masing bagian memiliki tempat dan fungsinya sendiri dan bekerja sama dengan yang lain demi kebaikan struktur secara keseluruhan. Namun ada segi perbedaan dalam hal penyatuan alasan sebagai hak milik kelompok komunisme sebagaimana yang dikonsepkan plato dan Aristoteles menolak dalam hal ini.
Negara pada hakikatnya terdiri atas individu-individu, kelompok-kelompok keluarga, dan lembaga-lembaga sukarela yang masing-masing bertindak secara independen. Esensi kesatuan negara terletak pada suatu komunitas pikiran, kehendak, dan tujuan dari bagian anggota-anggota individu.
Doktrin filsafat politik Aristoteles berupaya mempertahankan substansi pluralitas dalam negara, dan menjadikan tubuh politik sebagai suatu keseluruhan dari bagian-bagian fungsional yang beragam dan komplementer yang semuanya ini disatukan oleh pencapaian tujuan umum dimana watak manusia mendorong mereka untuk saling bekerjasama.





TUJUAN NEGARA
Adanya suatu negara dilatar belakangi oleh adanya kebutuhan hidup yang nyata, tak bisa dihindari, tidak dapat tidak mutlak harus dijalani. Kebutuhan hidup ini kemudian dilanjutkan lewat perjuangan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
Negara dibentuk, tujuan yang paling esensial bahwa negara harus peduli terhadap karakter warganya. Negara harus mampu mendidik dan membiasakan mereka dalam kebijakan, memebrikan kesempatan kepada mereja untuk meraih hal-hal yang bernilai ekonomi, moral dan intelektual. Negara mempunyai syarat untuk perkembangan manusia secara utuh agar dapat memuaskan secara etik bagi warganya.

KEKUASAAN DAN MACAMNYA
Dalam kajiannya terhadap negara polis, yang dikaji Aristoteles adalah manusia sebagai unsur pokok dalam negara, kemudian beralih pada bagian yang lebih besar yaitu rumah tangga atau keluarga dan akhirnya kepada negara itu sendiri. Bagi Aristoteles negara didirikan dari rumah tangga oleh karena itu sebelum berbicara tentang negara, terlebih dahulu berbicara tentang manajemen keluarga.
Dalam keluarga terdapat tiga hubungan yang terkenal: (1) Majikan dan budak; (2) Suami dan  istri; (3) Ayah dan anak. Masing-masing hubungan itu mempresentasikan aturan yang berbeda. Aturan majikan  dan budak disebut despotik, yaitu budak wajib mentaati perintah sang majikan, jadi bersifat pemaksaan. Aturan suami dan istri disebut konstitusional, yaitu suatu aturan yang mengandung kesetaaraan hak dan kewajiban. Secara substansial aturan yang dikenakan pada suami dan  istri harus setara. Hubungan ketiga antara ayah dan anaknya disebut aturan royal. Aturan  ini berkaitan dengan kebaikan sang anak. Anak secara alamiah kedudukannya setara dengan ayahnya.



WARGA NEGARA
Warga negara, menurut Aristoteles adalah manusia yang keberadaanya menjadi komponen politik dari suatu negara. Negara merupakan suatu himpunan yang lain yang terdiri dari berbagai bagian, dan bagian-bagian ini adalah warga yang membentuk menjadi sebuah negara. Menurut Aristoteles yang berhak menjadi warga negara tidak mencakup semua anggota dari sebuah  negara. Mereka yang tidak memiliki kualitas penalaran dan karakter yang diperlukan untuk membimbing kehidupannya ke arah kebajikan tidak seharusnya diberi kepercayaan dengan menempati jabatan politik. Sedangkan bagi mereka yang secara alamiah diposisikan sebagai budak, pekerja, pedagang, petani, tidak seharusnya dimasukkan dalam kategori warga negara. Orang yang setiap harinya bekerja keras seperti petani, pedagang, mekanik tidak memiliki kesempatan untuk memperoleh pengetahuan mengenai urusan publik dan tidak mampu mengupayakan kebajikan yang sangat esensial dalam kehidupan politik.
Orang yang bekerja sebagai ahli atau produsen pada hakikatnya juga bukan termasuk bagian dari negara. Dengan kemampuannya menyediakan kebutuhan material bagi kepentingan masyarakat, memungkinkan mereka dijuluki sebagai kelas yang sibuk dan terlatih, sehingga mereka bisa diberi kepercayaan untuk memegang administrasi urusan publik untuk mendukung dan memperlancar jalannya pemerintahan suatu negara.

PEMERINTAHAN DAN BENTUK-BENTUKNYA
Aristoteles membedakan tiga jenis kekuasaan, yaitu aturan despotik sebagai bentuk peraturan  tirani, konstitusional sebagai bentuk peraturan buat kalangan yang setara, royal sebagai bentuk peraturan buat kalangan yang setara, royal sebagai bentuk peraturan monarki yang bijak. Dalam kaitan ini Aristoteles dalam bukunya Politics, mengajukan teori  pemerintahan yang bentuknya ada 6 skema pemerintahan. Keenamnya adalah tiga bentuk konstitusi yang benar, yaitu monarki, aristokrasi, dan demokrasi moderat; dan tiga yang lain yaitu tirani, oligarki, dan demokrasi ekstrem atau hukum rimba.
Dalam kelompok pertama aturan ditegakkan demi terwujudnya kesejahteraan rakyat, sedangkan kelompok kedua hanya ditujukan untuk pemenuhan kepentingan pribadi pemegang kekuasaan. Menurut Aristoteles oligarki merupakan bentuk pemerintahan yang dikendalikan oleh orang-orang kaya, sedangkan demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang dikendalikan oleh orang kaya.
Faktor ekonomi dan politik mempunyai hubungan yang sangat dekat. Kedekatan hubunganini sebagaimana dijelaskan dalam analisisnya tentang kekuasaan dan politik. Pertama, didasarkan atas hak kepemilikan, dimana kedudukan politik manusia dinilai menurut andilnya di masyarakat; Kedua, didasarkan atas kesejahteraan masyarakat dimana hak-hak politik mereka setara antara yang satu dengan yang lain. Kekayaan hanya dimiliki oleh sedikit orang. Kekayaan dan kebebasan merupakan dasar dari sistem pemerintahan oligarkis dan demokratis yang memegang kekuasaan secra berturut-turut.

NEGARA
Dalam bukunya politics jilid VII aristoteles menjelaskan bahwa bentuk pemerintahan yang terbaik adalah yang paling kondusif bagi kebahagiaan hidup rakyatnya. Naun pengalaman dan kajian empiriknya menambah keyakinan dirinya bahwa tidak ada satu model pemerintahanpun yang bisa benar-benar memenuhi harapan rakyat yang berlainan dalam sejarah yang berbeda. Negara ideal, sebagaimana yang dipikirkan oleh plato mungkin merupakan aktivitas intelektual yang baus, naun hal ini tidak cukup untuk urusan dunia keseharian, karna kunci utama keberhasilan suatu negara jugaterletak pada negarawan sejati. Oleh karenaitu, bagi Aristoteles, negarawan sejati tidak hanya diperkenalkan tentang konsep negara ideal, negara terbaik yang sifatnya abstrak semata-mata, tetapi jugaterbaik menurut keadaannya, terbaik menurut rakyat dimana mereka hidup.
Hal demikian itu didasari oleh suatu pemikiran bahwa, yang membuat konstitusi agar bisa relevan dan bisa diterima maka harus melibatkan watak dan tradisi rakyat dan lingkungan tempat mereka tinggal. Para pakar politik tidak bisa mendirikan negara menurut preferensinya sendiri, tetapi ia harus menemukan pola yang sesuai dengan realitas kehidupan masyarakat, bukan dalam dunia metafisik. Jika hak untuk memerintah dalah kebajikan, maka dalam negara ideal harus diperintah oleh orang-orang yang bijak. Bagi aristoteles, pemikiran tentang negara yang realistis dan bisa dipraktekkan adalah negara yang ia sebut polity atau pemerintah konstitusional. Konsepnyaitu sejalan dengan substansi demokrasi moderat, yang didalamnya terdapat jabatan-jabatan penting yang diduduki oleh orang-orang yang terpercaya. Aristoteles menggolongkan pemerintahan ini sebagai penggabungan oligarki dan demokrasi. Meskipun demikian, Aristoteles seringkali memberikanapandangannya bahwa ia lebih dekat pada bentuk arstokrasi.
Ciri pokok negara yang paling bisa dipraktekkan, menurut Aristoteles adalah bahwa kelas menegah menjadi solusi perimbangan kekuatan antara yang kaya dengan yang miskin, agar salah satu pihak tidak ada yang dominan. Tiga unsur dalam setiap negara itu di antanya kelas sangat kaya, kelas sangat miskin dan kelas menengah. Kelas menegah sebagai unsur yang terbaik dan ideal, oleh karenaitu komunitas politik yang terbaik adalah ditentukan oleh kelas menengah, agar suatu negara dalam menyusun administrasinya juga menjadi baik. Baiknya administrasi ini karena kelas menegah jumlahnya relatif cukup besar dan lebih kuat, sehingga mampu menjadi motor penggerak untuk mengendalikan pemerintahan dalam negara. Warga negarayang menjadi kelas menegah akan lebih aman jika diserahi tugas untuk mengendalikan pemerintahan dalam negara tersebut. Hal ini karenamereka tidak merasa iri terhadap yang lain, sebagaimana yang terjadi dalam kelas orang kaya yang merasa iri terhadap tetangganya yang kaya, dan orang miskin yang iri terhadap orang kaya. Ketika suatu negara, di dalamnya tanpa ada kelas menengah, kemudian terjadi dominasi kelas orang kaya terhadap kelas miskin dan sebaliknya, yang akhirnya timbul konfrontasi antara keduanya, maka negara akan terbagi secara pasti kedalam kaum-kaum yang saling bermusuhan.
Pemerintahan demokratik bagi Aristoteles, bukanlah sesuatu yang ideal melainkan hanyauntuk pemerintahan yang bisa diterima dan bisa dijalankan. Menurut Aristoteles, bahwa sistem demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang paing sesuai dengan watak manusia baik dari sudut pandang teoeritik maupun praktik. Sedangkan sstem monarki kerajaan merupakan bentuk pemerintahan yang ideal, tetapi hal itu tidak bisa dicapai, diwujudkan. Kesetaraan dalam urusan publik yang dikonsep oleh Aristoteles ditentukan oleh para anggota warga negara. Namun hal ini ada kelompok yang dikesapingkan seperti budak, mekanik, pekerja, pedagang, dan petani. Karnakelompok ini tugasnya sebaai pendukung demi kelancaran jalannya pemerintahan dalam suatu negara. Dalam hal mengelola atau mengurusi masalah yang berkaitan dengan urusan administrasi negara, Aristoteles menyadari bahwa hal itu perlu ditangani oleh ahli-ahli bidang tersebut dan tidak bisa ditangani oleh bakat amatiran. Kelompok ahli, pakar intelektual, menjadi pilihan untuk menangani urusan publik karena mereka menyandang keahlian dalam hal manajerialnya dan ketrampilan teknisnya.
Mengenai batasan tentang negara yang bisa dipraktekkan, Aristoteles berpegang pada ukuran suatu negara. Ukuran suatu negara yang tepat hanya bisa diketahui lewat pengalaman empirik. Jumlah orang yang menjadi warga negara dala suatu negara harus memenuhi standar ukuran yang cukup, jangan terlau sedikit dan jangan terlalu banyak. Jumlah yang relatif cukup itu agar antar warga negara bisa saling mengetahui, saing mengenal, saling mengetahui karakter satu sama lain. Jikahal itu bisa terpenuhi maka ketikamereka sebagai warga yang berkualitas, memiliki pengetahuan yang berkaitan dengan urusan negara diserahi tugas untuk mengelola negara maka akan mendatangkan manfaat besar bai kehidupan rakyatnya.

HUKUM
Aristoteles, mendapat predikat sebutan negarawan hebat pertamabagi tradisi besar pemerintahan konstitusional, suatu pemerintahan bersifat terbatas tetapi tidak absolut, dan patuh pada hukum. Menurut Aristoteles, orang yang menawar aturan hukum bisa dianggap sebagai orang yang menawar aturan Tuhan dan nalar. Sedangkan orang yang menawar aturan manusia berarti menambah satu unsur kejahatan, karena nafsu sebagai wujud kejahatan liar manusia maka akan membuat sesat pikiran bai penguasa, meskipun mereka adalah orang baik-baik. Jadi nafsu dipersepsi Aristoteles sebagai hal negatif.
Aturan hukum, dipandang sebagai alat untuk menjamin bahwa tindakan politik didasarkan atas keinginan yang benar. Aristoteles menilai bahwa memberikan kekuasaan tak terbatas kepada penguasa maka akan membawa akibat yang berbahaya dalam kehidupan. Dalam kondisi seperti ini nafsu manusia mendominasi unsur rasionalitas, yang pada gilirannya menghasilkan aturan hukum yang aitret dan egois.
Pengetahuan ilmiah saja tidak cukup untuk menjain aturan yang baik, ilmu politik tidak bebas dari syarat-syarat akan keinginan yang tidak benar. Untuk itu, sarana penunjang sebagai syarat untuk terwujudnya kehidupan yang lebih baik perlu dipikirkan, agar penyimpangan hasrat manusia yang memegang kekuasaan dapat dicegah. Oleh karenaitu, bai merekayang diberi kepercayaan memegang kekuasaan politik harus mampu menjalankannya sesuai dengan hukum yang ditetapkan.
Aristoteles memasukkan ke dalam tatanan hukum ini tidak hanya pada undang-undang badan legislatif saja tetapi jugahukum adat dan hukum alaiah. Harapan Aristoteles, bahwa setiap badan pemerintahan harus secarakontinu memberikan respek yang semestinya terhadap konstitus atau pandangan hidup rakyatnya.
Konsep aturan hukum atau pemerintahan terbatas yang diciptakan Aristoteles menjadi salah satu ciri yang dominan bagi kehidupan politik negara barat. Diperkuat dengan konstitusi tertulis, undang-undang hak asasi, peninjauan hukum dan semacamnya, ia membentuk dasar pemerintahan demokratik modern.



PERBUDAAN ALAMIAH
Budak alamiah, digambarkan Aristoteles sebagai orang yang secara alamiah bukan milik dirinya melainkan milik orang lain. Dia secaraintelektual termasuk kelompok inferioe yang memiliki kekurangan dalam kebijakan atau keputusan praktis sehingga tidak bisa memimpin dirinya. Individu semacam ini tidak bisa bertindak secara rasional atas inisiatifnya sendiri, oleh karena itu ia membutuhkan arahan dan bimbingan orang lain jika ia ingin hidup secara benar. Posisi budak bisa mencapai perkembangan mental dan moral tertingginya yang ia mampu, naun hal itu bukan disebabkan ketika ia bebas berbuat sesuatu naun lebih disebabkan ketika ia menempati posisinya sebagai budak menjadi maikan yang dihormati. Dianalogikan oleh Aristoteles, jika tubuh diperintah oleh jiwayang baik, maka tidak ada alasan untuk menolak bahwa budak juga memiliki kebaikan dalam hal ia diperintah oleh majikan.
Perbudakan kedua yang dikonsep Aristoteles didasari oleh aturan hukum atau konvensi. Perbudaan semacam ini melanggar asas keadilan, karena didasarkan atas kekuatan belaka, bukan alamiah, sehingga sifatnya berupa penindasan hak asasi manusia. Banyak diantara budak-budak ini yang meiliki keputusan rasional, bahkan banyak diantara mereka yang secara intelektual dan dalam hal kebaikan bahkan melebihi kemampuan maikannya. Kebudakan merekameskipun disebabkan oleh perang atau melalui pembelian, bisa dibenarkan bilamana jika secara watak, secara kodrati, memang budak.
Aturan yang dibuat oelh majikan, bukanlah suatu aturan yang bersifat konstitusional yang menempatkan hak dan kewaiban dala posisi setara, tetap lebih mencerminkan suatu aturan yang lebih menguntungkan pihak majikan. Merekatidak memiliki hak, karena hak mereka dirampas oleh majikan. Yang mereka miliki hanya berupa kewajiban saja, yaitu kewajiban untuk melayani maikannya. Sedangkan haknya tergantung padamaikan, tergantung pada kerelaan majikan, tergantung pada rasa iba majikan. Jika semuaini tidak diperoleh, maka hak-hak itu hanya menjadi impian budak-budak belaka. Perlakuan terhadap budak seperti itu dari sudut pandang HAM merupakan suatu pelanggaran. Karenasebaai manusia, dia berhak untuk memperoleh perlindungan komunitas politik dari perlakuan keja dan penganiayaan.
Bagi Aristoteles, hubungan antara majikan dan budak dipahami sebagai hubungan yang tetap menggunakan nilai-nilai manusiawi sebagai dasarnya. Oleh karena itu majikan memperlakukan budaknya dengan cara yang baik bermoral dan bijak, dan hak-haknya dihargai sebagaimana layaknya manusia. Hubungan demikian ini bersifat alamiah, hubungan yang bersifat persahabatan dan memiliki kepentingan bersama. Namun jika hubungan mereka, antara majikan dan budak itu didasari oleh aturan hukum dan kekuatan makan akan melahirkan perilaku penindasan.

B.  Hubungan pemikiran politik aristoteles dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Adanya hubungan antar manusia, negara, ruang, hidup jika dilihat dari sudut pandang ideologi Pancasila, tidak sama dengan dengan negara liberal yang setiap manusia butuh negara, sedangkan negara butuh ruang hidup sehingga Frederick Ratzel dan Kjellen bahwa negara seperti organisme untuk hidup
Wawasan nusantara tersirat dalam UUN 1945 antara lain:
1.    Ruang hidup bangsa terbatas diakui internasional
2.    Setiap bangsa sama derajatnya, berkewajiban menjaga perdamaian dunia
3.    Kekuatan bangsa untuk mempertahankan eksistensi dan kemakmuran rakyat
Sebagai faktor eksistensi suatu negara wilayah nasional perlu ditentukan batas-batasnya agar tidak terjadi sengketa dengan negara tetangga. Oleh karena itu pada umumnya batas-batas wilayah suatu negara dirumuskan dalam konstitusi negara (baik tertulis maupun tidak tertulis).   Namun UUD’45 tidak memuat secara jelas ketentuan wilayah negara Republik Indonesia, baik dalam Pembukaan maupun dalam pasal-pasalnya menyebut wilayah/daerah yaitu :
1.    Pada Pembukaan UUD’45, alinea IV disebutkan “…..seluruh tumpah darah Indonesia…..”
2.    Pasal 18, UUD’45 : “Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil ……………”
Untuk menjamin pelestarian kedaulatan, serta melindungi unsur wilayah dan kepentingan nasional dibutuhkan ketegasan tentang batas wilayah.  Ketegasan batas wilayah tidak saja untuk mempertahankan wilayah tetapi juga untuk menegaskan hak bangsa dan negara dalam pergaulan internasional.  Wujud geomorfologi Indonesia berdasarkan Pancasila dalam arti persatuan dan kesatuan menuntut suatu konsep kewilayahan yang memandang daratan/pulau, lautan serta udara angkasa diatasnya, sebagai satu kesatuan wilayah. Dari dasar inilah laut bukan lagi sebagai alat pemisah wilayah
Landasan Konsepsi Wawasan Nusantara
Menganut dasar filosofi dasar geopolitik indonesia dan wawasan kebangsaan yang mengandung tiga unsur yaitu: rasa kebangsaan, paham kebangsaan dan semangat kebangsaan.
UUD 1945 merupakan landasan utama karena mengandung nilai-nilai:
1.    Penghayatan dan hakikat martabat bangsa
2.    Kesepakatan / cita-cita nasional
3.    Kebulatan tekad untuk mencapai tujuan nasional
4.    Mempertahankan dan memperjuangkan kepentingan nasional
Tujuan dan Asas
Untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan yang dijiwai kekeluargaan dan rasa kebersamaan bangsa indonesia dalam ketertiban dan perdamaian dunia. Tujuan nasional yang telah diselaraskan dengan kondisi, posisi dan potensi geografi serta kebhinnekaan budaya. Pedoman pola tindak dan pikir kebijakan nasional dengan hakikat persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan. Asas-asas wawasan nusantara yaitu: Asas Kepentingan Bersama, Asas Keadilan, dan Asas kesetiaan terhadap kesepakatan
Tujuan negara Indonesia tercantum dalam Alenia ke-IV pPembukaan UUD1945 yaitu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Wilayah Nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia
1.    Masa Penjajahan  (Belanda dan Jepang).
Dasar                   :  Ordonansi Laut Teritur dan Lingkungan Maritim no 442/1939 (Territoriale Zee en Maritiem Kringen Ordonantie no. 442/1939)
Ukuran                : 3 mil dari garis pantai pada saat pasang surut (low water)
Luas Wilayah      :  +  2 juta km2
2.    Setelah Proklamasi s/d 13 Desember 1957
Dasar:  Ketentuan Peralihan UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS 1950, tetap berlaku Ordonansi no 442/1939.
3.    Deklarasi Pemerintah R.I. tanggal 13 Desember 1957 (Deklarasi Juanda)
Dasar     :  Pengumuman Pemerintah RI tanggal 13 Desember 1957
                           PEPERPU no 4/1960 tentang Perairan Indonesia
Ukuran   :  12 mil dari garis pangkal (point to point theory)
Luas Wilayah     :  bertambah + 3,9 juta km2, menjadi 5,9 juta km2
4. Deklarasi Pemerintah R.I. tanggal 17 Februari 1969 (Landas Kontingen)
       Dasar        :  Deklarasi Pemerintah RI tanggal 17 Februari 1969
                           UU no 1/1973 tentang Landas Kontingen
       Luas Wilayah :  Bertambah + 0,8 juta km2, menjadi + 6,7 juta km2
5.    Pengumuman Pemerintah R.I. tahun 1980 (Zona Ekonomi Eksklusif)
Dasar          :  Pengumuman Pemerintah tentang Zone Ekonomi Eksklusif UU no 5/1983 tentang Zone Ekonomi Ekslusif (Pembenahan            Kekayaan Alam dan Potensi Alam)
Luas Wilayah :  Bertambah + 2,5 juta km2, menjadi + 9,2 juta km2

Geopolitik Indonesia
Hakekat geopolitik indonesia yaitu mempertajam arah yang dituju dalam rangka pencapaian tujuan nasional sesuai dengan situasi, kondisi dan konstalasi geografi indonesia.
Geopolitik dalam penentuan kebijakan yaitu untuk menjamin kepentingan nasional dalam mempertahankan NKRI, kokohnya persatuan dan kesatuan bangsa serta lancarnya pembangunan nasional. Konsep bangsa indonesia berdasarkan pancasila yang melihat manusia, negara dan rung hidup sebagai anugrah tuhan yang harus diterima dan disyukuri.



BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Konstalasi geografi sebagai ruang hidup, multi etnik, budaya, agama dan berbagai perbadaan lainnya dalam pandangan politik aristoteles meliputi watak negara, tujuan negara, kekuasaan dan macamnya, warga negara, pemerintah dan bentuk-bentuknya, negara, hukum,dan perbudaan alamiah. Jika dihubungkan dengan negara indonesia yang berdasar pada Pancasila dan UUD 1945 membetuk kesadaran bersama untuk hidup sebagai satu bangsa yang tercantum dalam wawasan nusantara.

B.  Saran
Menurut kelompok kami, dalam pandangan aristoteles seperti membentuk negara ideal yang tidak berbeda jauh dengan NKRI dalam wawasan nusantara, tetapi harus lebih di sosialisasikan kepada seluruh warga negara, karena negara tidak bisa lepas dari negaranya.



DAFTAR PUSTAKA
Sunardi R.M. 2004. Pembinaan Ketahanan Bangsa dalam rangka memperkokoh ketahanan NKRI. Jakarta: Kuaternita Adidarma.
Suyahmo. 2016. Filsafat Politik. Yogyakarta: Magnum Pustaka Utama
Zulkarnain. 2012. Geopolitik dan Wawasan Nusantara. PPRA XLVIII


sumber gambar: http://www.si-pedia.com/wp-content/uploads/2014/12/aristoteles.jpg

Share this

Previous
Next Post »