Kebebasan Moral dan Guru sebagai Seorang Pendidik

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang Masalah
Manusia pada hakikatnya memiliki kebebasan untuk memilih, memilih untuk berbuat atau tidak berbuat. Apa yang manusia pilih memiliki dampak pada waktu mendatang. Guru merupakan figur penting yang memiliki pengaruh terhadap peserta didik, apa yang dilakukan guru akan lebih mudah ditiru oleh peserta didik. Guru (Digugu lan ditiru) adalah istilah yang tak asing dan berarti bahwa guru menjadi panutan peserta didik dalam bersikap atau berperilaku.
Fenomena guru yang berperilaku bebas tak bermoral banyak dijumpai di media televisi. Banyak guru yang melakukan perbuatan tak bermoral kepada peserta didiknya sehingga mencoreng nama guru di Indonesia. Pada dasarnya guru di Indonesia sudah memiliki kode etik tersendiri, tetapi hal tersebut kurang terdengar penting di masyarakat. Sehingga kebebasan seorang guru pun tak banyak masyarakat yang mengetahui batasannya.
Melihat fenomena yang ada seperti dipaparkan diatas yang tidak sesuai dengan teori sebagaimana mestinya. Maka kelompok kami ingin membahas mengenai kebebasan moral dan guru sebagai pendidik.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana kebebasan moral dan guru sebagai pendidik?
C.  Tujuan
1.    Mengetahui dan  mendeskripsikan kebebasan moral dan guru sebagai pendidik
D.  Manfaat Makalah
1.    Memberikan pengembangan keilmuan mengenai kebebasan moral dan guru sebagai pendidik.
2.    Memberikan pengetahuan bagi guru dalam kebebasan moral sebagai pendidik



BAB II
PEMBAHASAN
A.  Kebebasan Moral dan Guru Sebagai Pendidik
1.      Kebebasan
Kebebasan merupakan unsur penting dalam pengalaman kita sebagai manusia, oleh karena itu kebebasan menjadi salah satu tema khas dalam filsafat yang keberadaannya perlu mendapat penjelasan secara mendasar dan mendalam. Filsafat, selalu berbicara tentang kebebasan meskipun kebebasan tidak pernah terbahas sampai tuntas dan habis. Dalam hidup manusia, kebebasan merupakan suatu realitas yang sifatnya sangat kompleks. Kebebasan mempunyai bnyak aspek dan mempunyai banyak karakter yang unik. Tugas utama filsafat adalah membedakan dan menganalisis dari banyak arti itu agar diperoleh kejelasan secara mendalam dan mendasar.
1.    Arti Penting Kebebasan
1.      Kebebasan Sosial Politik
Menurut K. Bertens, terkait dengan kebebasan sosial politik, maka yang perlu dikemukakan adalah kebebasan “sosial politik” dan “kebebasan individual”. Kebebasan sosial politik yang menjadi subyeknya adalah terkait dengan keberadaan suatu bangsa atau rakyat, sedangkan kebebasan individual yang menjadi subyeknya adalah manusia perseorangan. Kebebassan sosial politik sebagai produk dari perkembangan sejarah atau produk dari perjuangan sepanjang sejarah. Dalam sejarah modern, hal itu dapat dibedakan menjadi dua betuk yaitu: 1. Tercapainya kebebasan politik rakyat dengan membatasi kekuasaan raja yang absolut 2. Berupa kemerdekaan yang dicapai oleh negara-negara muda terhadap negara-negara penjajah (Bertens, 2004:95).



2.      Kebebasan Individual
a.    Kebebasan individu yang bersifat sewenang-wenang
Kebebasan seperti ini mengandung arti bahwa, seseorang disebut bebas bilamana ia dapat berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan kata hatinya. Dalam hal ini, bebas dipahami sebagai suatu yang terlepas dari segala kewajiban dan keterikatan.
2.    Kebebasan individu dan norma
Norma merupakan suatu kaidah atau pedoman yang harus ditaati oleh manusia. Kaidah atau pedoman itu berfungsi sebagai pembatas terhadap sikap dan perilaku individu manusia agar tidak menyimpang dari kaidah atau pedoman yang telah disepakati bersama. Pembatasan ini bukan berarti pengekangan terhadap kebebasan individu, tetapi lebih bersifat pengaturan, agar individu yang berinteraksi tidak saling mendominasi satu sama lain, tetapi saling menghargai, saling menghormati.

2.    Kebebasan dan Kewajiban Moral
Dengan adanya kebebasan, secara hakiki menjadikan diri manusia terangkat harkat dan martabatnya. Namun, ketika penggunaan kebebasan itu melampaui batas-batas kewajaran dan kepatutan, maka harkat dan martabat manusia justru akan menjadi jatuh terperosok, dan eksistensi manusia berubah menjadi terhina. Disamping itu, menurut Franz von magnis (1975:53), bahwa bilamana setiap perorangan terhadap kebebasan manusia dialaminya sebagai sesuatu yang tidak wajar maka hal itu dianggap sebagai pemerkosaan. Bagaimana halnya dengan kewajiban moral yang menjadi standar kehidupan manusia? Apakah tidak menghilangkan kebebassan manusia?



3.    Kebebasan yang Bertanggungjawab
Kebebasan dan tanggung jawab, mengindikasikan bahwa perbuatan bebas manusia pada hakikatnya tidak bebas begitu saja tanpa ada akibat yang ditimbulkan. Bila hal ini yang tejadi, maka yang berlaku dalam kehidupan manusia bagaikan kehidupan dunia binatang, yang dalam aktivitassnya lebih dikendalikan oleh naluri kebinatangannya daripada mengedepankan akal sehatnya. Dengan tanggungjawab sebagai pihak yang mengikutinya, justru menjadikan kebebasan manusia menjadi terarah, tidak berdampak negatif bagi pihak yang dikenai kebebasan tersebut.
                                                                                         
4.    Kebebasan Moral dan Guru sebagai Pendidik
Dalam UU No. 20 tahun 2003 pasal 30, disebutkan bahwa pendidik (guru) merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai pembelajaran, melakukan pembimbingan terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
Guru adalah orang yang sangat berpengaruh dalam proses belajar mengajar. Seorang guru harus benar-benar membawa siswanya kepada tujuan yang ingin dicapai serta mempunyai pandangan yang luas dan berwibawa/kewibawaan.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan suatu peristiwa yang mempunyai aspek normative, yang artinya bahwa dalam peristiwa pendidikan, pendidik dan anak didik berlangsung pada ukuran norma atau nilai-nilai yang diyakini sebagai sesuatu yang baik. Pendidikan sangat mempengaruhi kehidupan manusia, karena dengan mencapai pendidikan yang tinggi manusia akan dihormati, disegani dan dijunjung tinggi martabatnya dimasyarakat. Oleh kerena itu betapa pentingnya guru bersikap baik dalam kegiatan belajar-mengajar terhadap anak didiknya.Guru adalah tenaga fungsional dan guru adalah tenaga profesional. Sebagai seorang yang profesional, guru memiliki  kode etik profesi, atau budaya kerja profesi. Dalam menjalankan tugasnya, guru mengacu pada kode etik profesi atau tugas-tugas profesional.
Salah satu kode etik profesi itu, meminjam istilah Noegroho Notosoesanto, seorang tenaga profesi sebagai dosen, dan gruru besar, yaitu memiliki kebebasan akademik dan kebebasan mimbar. Dengan kebebasan inilah, profesionalisme tenaga pendidikan dapat diaktulisasikan secara optimal.
Seorang guru memiliki kebebasan mimbar. Artinya, di setiap forum, guru memiliki hak untuk mengemukakan pandangan-pandangannya sesuai dengan paradigma berpikirnya sendiri. Dengan kata lain, seorang guru memiliki hak untuk menggunakan kelas sebagai ruang ekspresi pemikirannya tanpa harus dikendalikan oleh Kepala Sekolah atau Kepala Kementrian sekalipun. Apa pun yang di lakukan guru di dalam kelas dalam hal mengajar adalah hak otonom dari seorang guru. Tidak boleh diintervensi atau dikendalikan dengan model-model instruksional dari penguasa.
Kebebasan akademik guru adalah mrenyampaikan pandangan mengenai materi ajar, dan/atau interprestasi terhadap fenomena kehidupan sesuai dengan paradigma keilmuannya. Seorang guru adalah seorang profesional. Pola pikir dan produk pemikirannya tidak boleh dikekang. Pengekangan pemikiran kelompok guru ini, bukan saja bertentangan dengan etika profesi, tetapi juga melanggar prinsip demokrasi pendidikan, atau hak kebebasan berpikir.
Kebebasan mimbar dan kebebasan akademik berpikir, merupakan hak asasi yang perlu dilindungi dalam pengembangan profesi guru atau tenaga pendidik. Mustahil profesi ini akan berkembangan dengan baik, jika ada pengekangan terhadap tradisi berpikir. Apa pun iterprestasi kita terhadap hal ini, namun hal yang pasti bahwa kebebasan berpikir itu merupakan salah satu hak asasi manusia, khususnya hak asasi seorang guru.



BAB III
PENUTUP
A.  Simpulan
Seseorang disebut bebas bilamana ia dapat berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan kata hatinya. Dalam hal ini, bebas dipahami sebagai suatu yang terlepas dari segala kewajiban dan keterikatan. bilamana setiap perorangan terhadap kebebasan manusia dialaminya sebagai sesuatu yang tidak wajar maka hal itu dianggap sebagai pemerkosaan. Bagaimana halnya dengan kewajiban moral yang menjadi standar kehidupan manusia? Apakah tidak menghilangkan kebebassan manusia?. Salah satu kode etik profesi itu, meminjam istilah Noegroho Notosoesanto, seorang tenaga profesi sebagai dosen, dan gruru besar, yaitu memiliki kebebasan akademik dan kebebasan mimbar. Dengan kebebasan inilah, profesionalisme tenaga pendidikan dapat diaktulisasikan secara optimal.

B.  Saran
Moral seorang guru seharusnya menjadi salah satu indikator dalam seleksi (ujian) ketika seseorang ingin menjadi seorang guru. Sebab profesi guru bukan sekedar perofesi pada pekerjaan profesionalitas mencerdaskan peserta didik, tetapi juga mendidik dalam sikap apektif peserta didik.



DAFTAR PUSTAKA
Suyahmo. 2016. Filsafat Moral. Seamarang. (Buku Pembelajaran Filsafat Moral)

http://uihanamizuki.blogspot.co.id/2014/12/makalah-profesi-guru-membuka-kebebasan.html
sumber gambar: https://thohafirdaus.files.wordpress.com/2012/07/picture1.png

Share this

Previous
Next Post »