Bagaimana Diplomasi Indonesia untuk mewujudkan ketahanan ekonomi?

Untuk mewujudkan ketahanan ekonomi, Indonesia melakukan diplomasi ekonomi dalam bidang ketahanan pangan dan perdagangan melalui WTO (World Trade Organization) dan forum internasional lainnya seperti APEC (Asia Pacific Economic Forum), G 20 (Global 20).

Sejak dahulu hubungan ekonomi merupakan aspek yang sangat penting dalam hubungan antar negara. Dalam politik internasional saat ini persaingan ekonomi menjadi sesuatu yang wajar. Karena itu kekuatan ekonomi menjadi keuntungan dalam percaturan politik internasional. Dua aspek yang sangat penting dalam roda perekonomian adalah pangan dan energi. Keduanya telah menjadi kebutuhan dasar manusia saat ini. Dari dua hal tersebut kebutuhan pangan tetap merupakan hal dasar yang harus dipenuhi untuk kehidupan manusia. Keterbatasan terhadap kebutuhan pangan baik dari segi ketersediaan ataupun harga sangat mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Tingkat kepercayaan terhadap pemerintah sangat mempengaruhi situasi ekonomi dan politik nasional. Karena dampaknya yang begitu luas, pemenuhan kebutuhan pangan nasional dianggap sebagai vital interest Indonesia. Untuk memenuhi kebutuhan pangan Indonesia masih mengimpor sejumlah komoditas.
Dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan Luar Negeri dengan jelas disebutkan bahwa Politik Luar Negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesia yang di ambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dan subyek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional guna mencapai tujuan nasional. Salah satu cara untuk mencapai tujuan nasional melalui jalur diplomasi. Diplomasi ekonomi dapat diterjemahkan sebagai pemanfaatan alat politik internasional untuk mencapai tujuan-tujuan ekonomi. Tujuan dari diplomasi ekonomi diantaranya adalah peningkatan investasi, perdagangan, industri dan penyediaan lapangan pekerjaan. Tinjauan ekonomi sangat luas, dan mencakup hampir setiap bagian kehidupan masyarakat. Diplomasi ekonomi merupakan salah satu cara untuk mencapai ketahanan pangan.
Dalam UU Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan disebutkan bahwa Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya msyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif. Selain ketahanan pangan, sebagai bagian penting dari undang-undang tersebut juga dijelaskan dua konsep yang sangat berhubungan dengan ketahanan pangan. Pertama adalah konsep kemandirian pangan, yang dimaksud dengan kemampuan negara dan bangsa untuk memproduksi pangan yang beraneka ragam dari dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi sumber daya alam, manusia, sosial, ekonomi, dan kearifan lokal secara bermartabat. Konsep kedua yaitu mengenai kedaulatan pangan. Kedaulatan pangan merupakan hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal.
Sejak berpartisipasi dalam Millennium Development Goals (MDGs), Indonesia telah menjadi salah satu negara yang sangat aktif untuk menjalankan program-program yang tercantum di dalam deklarasi tersebut. Komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat seiring sejalan dengan usaha untuk memberi kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat dunia. Dalam berbagai kesempatan terkait MDGs Kemlu secara aktif mendampingi berbagai instansi untuk mengadopsi program MDGs sesuai tugas dan fungsinya.
Sistem penyelesaian sengketa World Trade Organization (WTO Dispute Settlement Understanding) merupakan tulang punggung dari rejim perdagangan multilateral. Dengan sistem penyelesaian sengketa ini diharapkan agar negara anggota dapat mematuhi peratuan-peraturan yang disepakati dalam WTO. Sistem penyelesaian sengketa ini juga dinilai sebagai kontribusi unik dari WTO terhadap kestabilan perekonomian global. Berdasarkan persetujuan WTO di Uruguay pada tahun 1994, disepakati bahwa negara maju boleh memberikan subsidi pertanian sebesar 5% sedangkan negara berkembang sebesar 10%. Dalam perkembangannya Indonesia dan beberapa negara lain berencana mengajukan perpanjangan pemberian subsidi pertanian dan penambahannya menjadi 15% untuk negara berkembang tetapi hingga pertemuan WTO di Bali 2013 lalu keinginan tersebut belum dapat direalisasikan.
Negosiasi pada tingkat internasional diwarnai oleh berbagai kerjasama baik dalam skema bilateral maupun multilateral. Berbagai model kerjasama yang berkembang tidak hanya ada sebagai tantangan tetapi juga merupakan alternatif yang dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Selain mekanisme di WTO ada forum-forum internasional lainnya seperti APEC (Asia Pacific Economic Forum), G 20 (Global 20).

SUMBER PUSTAKA
“Ketahanan Pangan dalam Kerangka Diplomasi Ekonomi” Oleh: Dea Kurniawan
Diunduh pada 1 juli 2015 pukul 12:36 WIB
sumber gambar: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiLymssfCnI8-03FqEdVj7GuEk6hPIkwRRTUGIPA27-WbC5oO6HLaYkkgn8qfjfTMbI51OCMWfI9tHMqhvX9wfU6F3xhGE8BUlM12CX7k2gchouyBDToP6O4AOMhQJgSVe4IpxS-ydRG9o/s1600/ketahanan.jpg

Share this

Previous
Next Post »