Salah satu inisiatif
lahir dari mahasiswa PPKn Unnes 2014, dengan media akademik mahasiswa PPKn 2014
tersbut mengadakan Diskusi Panel Nasional dengan tema “Integrassi Nasionnal:
Strategi melawan Konflik Sara untuk Memperkukuh Kebhinnekatunggalikaan”. Dalam
diskusi tersebut diisi oleh beberapa panelis, yaitu Drs. Ilyas, M.Ag., Prof.
Dr. Maman Rachman, M.Sc., Kombespol Susilo Teguh Raharjo., dan Sudjiwo Tejo.
Selain itu kegiatan tersebut juga dikuti oleh kurang lebih 250 mahasiswa dari
berbagai fakultas dan universitas. Martien Herna Susanti, S.Sos., M.Si. selaku
moderator yang memandu acara tersebut memulai diskusi dengan menyampaikan
beberapa isu mengenai kebhinnekaan atau Diversity.
Kepala Bidang Hukum
Akademi Kepolisian bapak Teguh menyampaikan bagaimana strategi melawan konflik
sara dalam perspektif hukum dan kepolisian. Jika kita lihat kembali sejarah
perjuangan bangsa, tentunya kita akan menemui musuh bersama yang kemudian
menjadi perhatian bersama. Dari situlah muncul perjuangan bangsa sampai pada
akhirnya merdeka pada tahun 1945. Tentunya pada saat itu pun tak lepas dari
yang namanya kebhinnekaan, dimana indonesia memiliki berbagai macam agama,
suku, bahasa, sampai nilai kearifan lokal dimasing-masing derah. Untuk menjaga
integrassi nasional kita harus kembali pada 4 konsensus dasar berbangsa dan
bernegara yaitu Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI.
Dalam kebhinnekaan ada
beberapa faktor yang mempengarushi, yaittu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal salah satunya adalah dominasi low class atau kelas bawah. Dimana
indentitas kelas bawah tersebut memiliki jumlah yang lebih banyak. Dalam faktor
eksternal, perkembangan dan perubahan sosial dunia global semakin didominasi
oleh negara-negara maju. Dimana terdapat perubahan kekuatan dunia untuk saling
memperebutkan ketahanan pangan. Selain itu juga dalam bidang
Ipoleksosbudhankam, serta adanya terorisme, aksi masa, separatisme dan
intoleransi. Media sosial menjadi tantangan tersendiri, sebab siapa saja bisa
menjadi pemilik media.
Kemudian apa saja yang
menjadi peran dan kewajiban POLRI?. Diantaranya adalah Zero Tolerance Policing, Intelligent Let Policing, Democratic Policing,
serta Local Color Policing. Dimana POLRI menjadi dinamisator, katalisator,
dan negosiator. Tentunya peran ini harus mendapat dukungan dari masyarakata
khususnya dari mahasiswa, sebab mahasiswa memiliki rasionalitas, dan logika
yang sehat.
Dilanjutkan dengan
pendapat dari tokoh agama yaitu Bapak Ilyas yang berpendapat bahwa manusia
kurang mensyukusi nikmat betapa enaknya hidup ini. Kita tak perlu bertengkar
karena karena hidup in enak sekali. Adanya penyerangan airan-alirang atau
paham-paham di perguruan tinggi merupakan bahaya yang sangat berpotensial dan
harus kita cegah. Hidup ini bukanlah suatu kesalahan sejarah dari Tuhan,
sehingga kita harus pandai mensyukuri nikmat. Mental manusia harus dibentuk
menjadi mental yang kuat terhadap berbagai konflik yang mencoba menyerang NKRI.
Disinilah peran penting sinergitas antar identitas.
Sedangkan Budayawan
Sudjiwo tejo menyampaikan bahwa kerukunan di negara ini tidak akan tercipta
jika kita tidak membuat kesimpulan dalam diri kita sendiri yaitu toleransi.
Kita harus bahwa satu perbedaanlah yang saling mempersatukan, seorang laki-laki
dan perempuan memiliki perbedaan kelamin, tetapi mereka menikah untuk bersatu.
Kita analogikan bahwa kita harus hidup seperti musik yang memilik berbagai nada
tetapi tetap memberikan harmoni, sehingga menjadi indah hidup ini. Tentu kita
sadar bahwa kita harus menempatkan objek ketiga sebagai indikator dan
penyeimbang hidup ini.
Pendiri Padepokan
Karakter Prof. Dr. Maman Rachman, M.Sc., menyampaikan bagaimana strategi melawan
konflik sara dalam perspektif pendidikan. Dalam pandangannya bangsa Indonesia
memanglah berbhinneka, tetapi kebhinnekaan itu tunggal. Konflik yang terjadi di
Indonesia salah satunya karena miskomunikasi dan kepemimpinan yang tidak
efektif atau keberpihakan. Saat ini manusia telah menjadi padang pemburuan para
ahli. Pentingnya pendidikan karakter untuk menciptakan manusia yang bermoral
dan berkarakter, mulai dari character
knowing, character feeling, dan character action.
Saat ini kita sulit
membedakan antara tokoh politik dan tokoh agama. Keduanya mempunyai perbedaan
dibidangnya masing masing. Tetapi keduanya pula memiliki pengaruh yang luas
dalam masyarakat. Sistem yang saat ini dilakukan oleh tokoh politik dan tokoh
agama sudah tak berbeda jauh. Apalagi saat tokoh agama masuk dalam dunia
politik. Sebagai bangsa yang najemuk kita harus pandai bertoleransi satu sama
lain. Sebab sebagaimana yang dikatakan Bung karno, bahwa negara Indonesia yang
kita dirikan, harus kita dukung seutuhnya, semua buat semua, Indonesia buat Indonesia.
Sumber Gambar
http://bbmsepsite.blogspot.co.id/2015/06/identitas-integrasi-nasional.html
|