Oleh:
Bambang Hermanto
Bismillahirrohmanirrohim.
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera untuk kita
sekalian.
Salam satu cinta untuk NKRI Harga
Mati.
MERDEKA!!!
Saudara-saudara sekalian yang saya cintai, rakyat pemersatu bangsa di seluruh Indonesia.
Terutama saudara-saudara yang mencitai persatuan dan kesatuan Indonesia.
Tema besar orasi saya adalah Persatuan Indonesia untuk Semua, The Unity of Indonesia is for all.
Saudara-saudara sekalian yang saya cintai, rakyat pemersatu bangsa di seluruh Indonesia.
Terutama saudara-saudara yang mencitai persatuan dan kesatuan Indonesia.
Tema besar orasi saya adalah Persatuan Indonesia untuk Semua, The Unity of Indonesia is for all.
Saya
akan menyoroti 2 isu penting yaitu Kebhinnekaan dan Kebebasan, Diversity and Freedom.
Kita
semuanya telah mengetahui bahwa kedua isu ini sangat penting dalam kehidupan barbangsa
dan bernegara, kedua isu ini juga sedang menjadi perhatian publik yang luas.
Sebenarnya saat ini
tidak ada ancaman yang serius terhadap kebhinnekaan kita. Namun, ada
benih-benih yang bisa mengganggu kebhinnekaan, inilah yang harus kita cegah dan
kelola dengan baik.
Dari perspektif
sejarah, menjadi bangsa yang rukun, harmonis dan toleran adalah bagian dari nation building. Kebhinnekaan kita
bukanlah sekedar perbedaan identitas dari segi agama, etnis, suku bangsa dan
asal daerah. Lebih dari itu. Bangsa kita juga majemuk dari segi budaya, bahasa,
adat dan nilai-nilai lokal yang lain. Kita juga beragam dalam aliran paham,
cara pandang, status sosial dan pilihan politik dalam kepartaian.
Masih segar dalam
ingatan kita ketika Indonesia mengalami konflik komunal yang berdarah. Benturan
horisontal itu terjadi di Sampit, Poso, Ambon dan Maluku Utara. Perlu
diketahui, untuk mengatasi dan mengakhiri konflik komunal tersebut diperlukan waktu 5 tahun. Itupun masih
dilanjutkan dengan proses rekonsiliasi dan trust
building, yang juga memerlukan waktu yang panjang.
Janganlah kita
bermain-main dengan kebhinnekaan ini. Kalau memang tidak ada ancaman, janganlah
dihembus-hembuskan dan dimanipulasi secara politik, sehingga akhirnya
benar-benar menjadi masalah. Kita harus sungguh berhati-hati. Bermain air kita basah,
bermain api kita terbakar.
Apalagi kita mengetahui
bahwa toleransi selalu memiliki batas. Tolerance
has its boundaries. Kalau mengharapkan orang lain toleran terhadap dirinya,
dia juga harus bertenggang rasa terhadap yang lain. Yang menyuburkan kerukunan
dan toleransi dalam kehidupan masyarakat yang majemuk adalah cinta dan kasih
sayang. Juga rasa kebangsaan dan persaudaraan kita.
Semua agama dan
kearifan lokal mengajarkan cinta dan kasih sayang, dan bukan kebencian dan
permusuhan. Mari taburkan kasih sayang, jangan saling membenci dan mari hormati
semua agama di negeri ini. Singkirkan jauh-jauh dari bumi Indonesia yang
disebut Islamophobia, Kristenophobia, atau phobi-phobi terhadap agama manapun.
Negara tidak boleh membangun kebencian terhadap agama manapun. Inilah keindahan
negara Pancasila, Negara yang Berketuhanan.
Di Indonesia, tak perlu
ada kebencian terhadap kaum diaspora dari
manapun. Mereka semua adalah bangsa kita, bangsa Indonesia. Bukan bangsa
Tiongkok, bukan bangsa Arab, bukan bangsa India, dan lain-lain. Tentu, mereka
perlu menunjukkan kesetiaan dan keIndonesiaannya. Semua harus membangun budaya
yang inklusif, bukan yang eksklusif. Pembauran harus bertumpu pada rasa dan
semangat kebangsaan. Tak boleh digantikan dengan pengelompokan atas dasar etnis
dan status sosial.
Saudara-saudara,
Di penghujung tahun
2016 yang lalu bangsa kita kembali diuji. Situasi sosial dan politik memanas,
dipicu oleh perkataan saudara Basuki Tjahaja Purnama yang dinilai melakukan
penistaan terhadap agama Islam. Dari isu yang sebenarnya cukup sederhana,
akibat pengelolaan awal yang tidak tepat, akhirnya berkembang menjadi isu yang
rumit dan sensitif.
Saya berpendapat bahwa
kasus hukum Saudara Basuki bukanlah isu kebhinnekaan, bukan isu SARA dan juga
bukan isu NKRI. Namun, dalam perkembangannya seperti ada politisasi dan
penggeseran dari isu aslinya. Akibatnya, hubungan antar identitas tertentu
menjadi tegang. Masyarakat justru bercuriga, jangan-jangan ada pihak tertentu
yang ingin membenturkan satu identitas dengan identitas yang lain.
Sebagai bangsa yang
majemuk, marilah kita petik hikmah dan pelajaran yang berharga dari peristiwa
tersebut. Marilah kita benar-benar pandai bertoleransi dan bertenggang rasa.
Setelah itu, marilah kita lanjutkan perjalanan kita. Melangkah ke depan. Move
on forward.
Tujuh puluh satu tahun
yang lalu, ketika bangsa kita tengah mempersiapkan kemerdekaannya, para pendiri
republik berdebat. Ketika dilontarkan gagasan bahwa Indonesia yang hendak
didirikan adalah Negara Kebangsaan, semuanya setuju. Tetapi, perbedaan pendapat
muncul ketika draft dan desain awal konstitusi mulai disusun. Pasalnya,
kekuasaan yang diberikan kepada negara dianggap terlalu besar. Sebaliknya,
ruang kebebasan dan hak rakyat dianggap terlalu sempit. Sebagian perancang
kemerdekaan khawatir jika Indonesia mengarah dan menjadi Negara Kekuasaan. Negara
Polisi (Police State).
Sejarah menakdirkan,
UUD 1945, memang memberikan kekuasaan yang besar kepada negara, termasuk kepada
Presiden. Hak rakyat yang negara harus melindungi dan mewujudkannya nampak
dibatasi. Baru setelah reformasi berskala besar terjadi sejak tahun 1998, hak rakyat
tersebut diberikan ruang yang besar. Hal ini ditandai dengan dicantumkannya 10
pasal hak-hak asasi manusia, yang hakikatnya mengadopsi pasal-pasal The Universal Declaration of Human Rights.
John Steinbeck pernah
mengatakan ‘Power does not corrupt. Fear
corrupt, perhaps the fear of a loss of power’. Yang mempunyai arti,
‘Sebenarnya kekuasaan itu tidak korup. Ketakutanlah yang membuat penguasa
korup. Barangkali karena ia takut akan kehilangan kekuasaannya’.
Saudara-saudara yang
saya hormati, menutup orasi ini, saya akan mengingatkan kembali ucapan dari Ir.
Soekarno yaitu "Kita mendirikan
negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan
Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo
buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang kaya buat
Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua!"
Sekian.
Terima kasih atas
perhatian saudara sekalian.
Mari kita selalu
menjaga Persatuan Indonesia.
Saya Bambang Hermanto
Wassalamualaikum Wr.
Wb.