Restorasi Sastra sebagai Media Pendidikan Politik di Indonesia

Restorasi Sastra sebagai Media Pendidikan Politik di Indonesia

Negara Indonesia adalah negara demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Kehidupan demokrasi tidak datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Demokrasi memerlukan usaha nyata setiap warga negara sehingga demokrasi dijadikan sebagai sistem pemerintahan dalam sebuah kehidupan bernegara. Rakyat diikutsertakan dalam pemerintahan Negara. Sebuah pemerintahan yang baik, dapat tumbuh dan stabil bila masyarakat pada umumnya punya sikap positif dan proaktif terhadap norma-norma dasar demokrasi.
Kebebasan pers merupakan salah satu elemen demokrasi yang kelak membangun kesadaran politik masyarakat. Kontribusi media cukup signifikan terhadap konstruk kesadaran, pemahaman dan perilaku politik masyarakat, termasuk kehadiran media yang turut mempengaruhi perilaku politik. Politik merupakan ilmu yang sangat penting terutama sebagai pengambil keputusan berdasarkan pertimbangan yang mengikutsertakan partisipasi politik masyarakat Indonesia.
Salah satu media dengan produk kreatif imajinatif adalah sastra. Secara sosiologis, karya sastra dapat dipandang sebagai social stock of kowledge yakni tempat terhimpunnya suatu pengetahuan tentang masyarakat yang senantiasa dapat ditimba. Dalam  totalitasanya karya sastra sering kali menunjukkan adanya relevansi sosial atau cerminann realitas sosial. Karena karya sastra merupakan salah satu gambaran kehidupan masyarakat pada suatu masa maka dengan karya sastra itu kita dapat melakukan penelitian-penelitian.

Pentingnya Pendidikan Politik
Pendidikan politik memiliki dua fungsi utama. Pertama, fungsi pendidikan politik untuk mengubah dan membentuk tata perilaku seseorang agar sesuai dengan tujuan politik yang dapat menjadikan setiap individu sebagai partisipan politik yang bertanggung jawab. Kedua, fungsi pendidikan politik dalam arti lebih luas untuk membentuk suatu tatanan masyarakat yang sesuai dengan tuntutan politik yang ingin diterapkan.
            Tujuan diadakannya pendidikan politik secara formal terdapat dalam Inpers No. 12 tahun 1982 tentang pendidikan politik bagi generasi mudah yang menyatakan bahwa; Tujuan pendidikan politik adalah memberikan pedoman kepada generasi muda Indonesia guna meningkatan kesadaran kehidupan berbangsa dan bernegera, sedangkan tujuan pendidikan politik lainnya ialah menciptakan generasi muda Indonesia yang sadar akan kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai salah satu usaha untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya.[i]
Dapat kita ambil dua tujuan utama yang dimiliki oleh pendidikan politik. Pertama, dengan adanya pendidikan politik diharapkan setiap individu dapat mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik yang sedang diterapkan. Kedua, adanya pendidikan politik setiap individu tidak hanya sekadar tahu saja tapi juga lebih jauh dapat menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik.

Pendidikan Politik Media Massa
Perkembangan teknologi yang begitu pesat terhadap media masa, terkadang menyebabkan adanya bentuk manipulasi data yang diinformasikan. Tak jarang antara satu media masa dengan media masa yang lainnya menyampaikan informasi yang berbeda bahkan mungkin tidak sesuai dengan keadaan di tempat kejadian.
Menurut Chusnul Mar’iyah, Ph.D yang merupakan Dosen Ilmu Politik FISIP UI, menekankan pentingnya kompetensi serta netralitas wartawan maupun media masa yang juga merupakan aktor politik.  Media tidak hanya sekedar menjadi pilar keempat yang berada di luar sistem, karena beberapa pemilik media saat ini sudah terjun ke dunia politik. Media masa dimanfaatkan untuk kepentingan tertentu demi menunjang popularitas ataupun kekuasaan sehingga eran media sebagai pendidikan politik secara langsung kepada masyarakat mulai luntur. Banyaknya informasi simpang siur dari berbagai media masa menyebabkan menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap media masa tersebut. Contohnya, kasus pemenangan dalam pilpres tahun lalu, terjadi perbedaan antara beberapa stasiun TV yang menayangkan berita. Masing-masing stasiun TV memenangkan pasangan presiden-wakil presiden yang diusungnya. Kasus seperti ini dapat memberikan dampak antara lain meningkatnya golput saat pemilu karena hilangnya kepercayaan terhadap calon pemimpin. Jika dibiarkan, maka masyarakat akan cenderung acuh terhadap permasalahan dalam negeri dan akibatnya angka partisipasi politik menurun padahal masyarakat merupakan stake holder utama dalam setiap pengambilan. [ii]

Pendidikan Politik untuk Menciptakan Demokrasi yang Berkualitas
Pemilihan Kepala Daerah pada tahun 2014, cenderung terjadi penyelewengan berupa money politic. Hal tersebut, dikatakan salah satu narasumber dalam acara seminar yang diselenggarakan KPU, yakni, Refli Harun dari Centre For Electoral Reform. Selain itu kampanye masih berkutat pada seputaran upaya membangun menara popularitas. Hal ini menyebabkan kekentalan nuansa pertarungan antar pasangan calon bukan terletak pada kompetisi kualitas problem solving bagi masyarakat, tetapi lebih bergeser pada nuansa pertarungan premanisme politik, seperti saling rusak media kampanye, besar-besaran dan banyak-banyakan baliho, spanduk, dan lain-lain.
Pemerintah dan Partai Politik mempunyai kewajiban dalam mencerdaskan rakyat seperti yang diatur dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai politik, bahwa Partai Politik mempunyai kewajiban untuk melakukan kegiatan pendidikan Politik kepada Masyarakat. Pendidikan politik adalah aktifitas untuk membentuk dan menumbuhkan orientasi-orientasi politik pada individu. Meliputi keyakinan konsep yang memiliki muatan politis, loyalitas dan perasaan politik, serta pengetahuan dan wawasan politik yang menyebabkan seseorang memiliki kesadaran terhadap persoalan politik dan sikap politik. Dengan demikian pendidikan politik memiliki tiga tujuan : membentuk kepribadian politik, kesadara politik, dan parsisipasi politik.[iii]
Manfaat dari pendidikan politik adalah pemberdayaan masyarakat di bidang politik. Maksud dari pemberdayaan di bidang politik adalah membantu masyarakat memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan mementukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki. Dengan pendidikan politik yang optimal maka akan menciptakan warga negara yang mengetahui hak dan kewajibannya dan menyadari bahwa hak dipilih dan memilih merupakan hak yang melekat pada dirinya. Dan juga menciptakan para pemilih yang rasional yang sesuai dengan pemikirannya serta menjauhkan pemilu dari politik uang karena para pemilih telah pandai dan menyadari bahwa uang tidak dapat membeli hak suaranya.

Sastra sebagai Media Pendidikan Politik
Di tahun 60-an sastra digunakan sebagai alat untuk tujuan politik, seperti pada Lekra. Sastra berbaur dengan budaya, agama, politik, filsafat, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam sastra tentu tidak mustahil terkandung budaya, agama, politik, filsafat, dan sebagainya itu baik secara eksplisit maupun implisit.
Beberapa karya sastra telah memberikan sumbangsih dalam pendidikan politik di Indonesia. Seperti pendidikan politik mengenai kesejahteraan sosial dan keadilan  bagi rakyat kecil. Masalah Kesejahteraan sosial dan keadilan adalah masalah yang pelik di negeri ini. Meskipun pemerintah mengklaim bahwa angka kemiskinan semakin turun, tetapi yang tampak di masyarakat kemiskinan di mana-mana. Potret kemiskinan ini banyak ditangkap sastrawan dalam bentuk cerpen-cerpen yang di muat di surat kabar.
Salah satu sastra dalam bentuk cerpen yaitu Senyum Karyamin oleh Ahmad Tohari. Cerpen ini bercerita tentang kesusahan hidup si Karyamin, seorang  penambang batu. Secara umum dapat dikatakan bahwa karya-karya sastra Ahmad Tohari selalu mengangkat tema penderitaan dan ketidakadilan yang diterima rakyat kecil seperti pada novel Ronggeng Dukuh Paruk, Bekisar Merah, dan Lingkar Tanah Lingkar Air. Sementara itu cerpen bertema ketidakadilan yang diderita rakyat kecil pernah ditulis Putu Wijaya dengan judul Pengadilan Rakyat dan dimuat di harian Jawa Pos.[iv]
Keberadaan sastra saat ini sudah tergeser oleh media massa elektronik dan internet. Media massa elektronik dan internet sekarang tidak memberikan informasi yang objektif, dan opini yang sesuai dengan tujuan politiknya tanpa ada unsur pendidikan politik didalamnya. Sehingga banyak anggapan bahwa media massa elektronik dan internet sudah sulit untuk dipercaya karena tidak lagi netral. Salah satu kasus terdapat dalam pemberitaan antara satu chanel dengan chanel televisi lainnya menyampaikan hasil quick count Pemilihan Presiden RI 2015 yang berbeda.
Sastra dapat hadir kembali sebagai alternatif media pendidikan politik di Indonesia. Sastra juga dapat dimuat dalam media online sehingga banyak orang bisa mengaksesnya. Sastra diciptakan oleh seorang sastrawan dan menggambarkan realitas kehidupan saat ini. Sastra berbeda dengan opini yang bisa dilakukan oleh semua orang. Kelebihan sastra yaitu lebih memiliki nilai seni dan budaya serta kreatif untuk dijadikan sebagai media pendidikan politik. Selain memberikan gagasan, pengetahuan dan cita-cita, satra memperkaya jiwa/emosi serta memberikan hiburan. Sehingga satra dapat menjadi media pendidikan politik yang lebih netral dan berkualitas.

Simpulan
Negara Indonesia adalah negara demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 Pasal 1 ayat (2) Kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Kehidupan demokrasi tidak datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai perwujudan demokrasi, kebesan pers memberikan kontribusi yang signifikan terhadap konstruk kesadaran, pemahaman, dan perilaku politik. Dengan pendidikan politik diharapkan setiap individu dapat mengenal dan memahami nilai-nilai ideal yang terkandung dalam sistem politik yang sedang diterapkan, serta menjadi seorang warga negara yang memiliki kesadaran politik untuk mampu mengemban tanggung jawab yang ditunjukkan dengan adanya perubahan sikap dan peningkatan kadar partisipasi dalam dunia politik. Pentingnya kompetensi serta netralitas wartawan maupun media masa yang juga merupakan aktor politik.  Media tidak hanya sekedar menjadi pilar keempat yang berada di luar sistem, karena beberapa pemilik media saat ini sudah terjun ke dunia politik. Di tahun 60-an sastra digunakan sebagai alat untuk tujuan politik, seperti pada Lekra. Sastra berbaur dengan budaya, agama, politik, filsafat, dan sebagainya. Oleh karena itu, dalam sastra tentu tidak mustahil terkandung budaya, agama, politik, filsafat, dan sebagainya itu baik secara eksplisit maupun implisit. Sastra sebagai alternatif media pendidikan politik di Indonesia dapat dimuat dalam media online sehingga banyak orang bisa mengaksesnya. Sastra berbeda dengan opini yang bisa dilakukan oleh semua orang. Kelebihan sastra yaitu lebih memiliki nilai seni dan budaya serta memberikan gagasan, pengetahuan dan cita-cita, satra memperkaya jiwa/emosi, dan memberikan hiburan. Sehingga satra dapat menjadi media pendidikan politik yang lebih netral dan berkualitas.





[i] Uung Mashuri. 2011. Pendidikan Politik. (http://uungmashuri.co.id/2011/01/pendidikan-politik.html)
[ii] Mar’iyah, Chusnul. 2013. Peran Media Massa dalam Pendidikan Politik. Seminar Nasional. (http://humas.ui.ac.id/node/7776)
[iii] Lah , Y. C. 2012. Pentingnya Pendidikan Politik Untuk Menciptakan Demokrasi Yang Berkualitas. (http://www.academia.edu/6804753/Pentingnya_Pendidikan_Politik_Untuk_Menciptakan_Demokrasi_Yang_Berkualitas)
[iv] Mahayana, Maman S. 1992. Ringkasan dan ulasan novel indonesia modern. Jakarta: Gramedia.

Share this

Previous
Next Post »